Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Ibrahim Tompo, S.I.K., M.Si |
Manado — Sebagian masyarakat pasti pernah
melakukan pembelian barang secara kredit seperti rumah, mobil, motor, ataupun
perabot rumah tangga.
Cicilan tersebut dilakukan karena masyarakat
belum sanggup membayar lunas barang sekaligus, sehingga harus dilakukan secara
bertahap.
Beruntung dalam proses pengkreditan masyarakat
bisa melunasi hutang tersebut hingga akhir, nah bagaimana dengan mereka yang
belum bisa melunasinya?.
Tentunya pihak kreditur akan memerintahkan Debt
Colector untuk menyita paksa barang, misalnya mobil, karena tunggakan kredit
macet. Itu berarti masyarakt dianggap telah melanggar perjanjian kredit atau
jual-beli.
Namun tindakan penarikan atau penyitaan barang
tersebut tidak serta merta bisa dilakukan oleh kreditur ataupun debt collector,
melainkan harus terdaftar fidusia atau penyitaan melalui keputusan pengadilan
dan melaui prosesur yg benar, pembatalan perjanjian dan barang tidak bisa
disita begitu saja.
Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui
badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut
dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti
kerugian.
Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek
fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHP jika kreditur
melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan, pertama,
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan.
Kedua, ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Penarikan/penyitaan barang secara paksa seperti
ini yang diwarning keras pihak Kepolisian.
“Jikalau kreditur atau debt collector tetap
memaksakan diri untuk menyita barang, tanpa prosesur yang legal maka itu sudah
merupakan pelanggaran hukum. Tindakan tersebut bisa diindikasikan sebagai
tindakan pencurian dengan kekerasan,” jelas Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol
Ibrahim Tompo, S.I.K., M.Si., di ruang kerjanya, Rabu (11/10/2017).
Sumber: Indobrita.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar